JAKARTA, Berita HUKUM - Indonesia gagal memasukkan minyak sawit mentah (CPO) dan karet serta produk turunannya dalam Daftar Produk Ramah Lingkungan APEC (APEC Environmental Goods List/EGs List).
“Indonesia sangat kecewa atas sikap kaku yang diadopsi oleh beberapa negara industri utama, termasuk Amerika Serikat, yang menolak membahas masuknya produk berbasis agro,” kata Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, Gusmardi Bustami, melalui siaran persnya, Selasa (23/4).
Menurut Gusmardi, dalam pertemuan para menteri ekonomi APEC yang digelar di Surabaya akhir pekan lalu, beberapa negara berkembang, seperti Cile, Peru, dan Papua Nugini, telah membuka kesempatan untuk menambah panjang Daftar Produk Ramah Lingkungan APEC. Hanya, usul itu dimentahkan oleh negara-negara industri utama.
Sebelumnya, para pemimpin APEC telah sepakat untuk menurunkan tarif masuk pada 54 produk ramah lingkungan dari sesama negara anggota menjadi 0-5 persen. Selain bambu, daftar itu masih didominasi oleh produk hasil industri.
Upaya Indonesia untuk memasukkan CPO dan karet tadinya diharapkan dapat membuat Daftar Produk Ramah Lingkungan APEC menjadi lebih seimbang. Hal itu dinilai dapat ikut mendorong negara-negara berkembang, yang umumnya masih mengandalkan sektor pertanian, untuk ikut berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan.
Argumen yang disampaikan bahwa CPO itu adalah produk pertanian paling produktif karena mampu memberikan yield yang paling tinggi dibanding semua produk pertanian sejenis. Dengan demikian, karet dan CPO dinilai sangat memenuhi syarat untuk melayani kebutuhan dunia untuk produk minyak nabati, energi terbarukan, dan keperluan konsumsi lainnya. Selain itu, CPO juga memenuhi kebutuhan peningkatan mata pencaharian produsen kecil, sehingga produk ini dapat dikatakan pro-environment, pro-trade, pro-development, dan pro-poor. “Karet alam juga memiliki karakteristik lingkungan dan pembangunan yang sama dengan CPO,” kata Gusmardi.(tp/bmn/bhc/rby) |